Subsidi Energi Langsung by Roes Aryawijaya, Bagian 3


b) PT. PLN (Persero)
  • Secara Teknis

Pertumbuhan permintaan tenaga listrik mencapai sekitar 8-9% per tahun dengan rasio elektrifikasi sudah mencapai 73% pada tahun 2013 tetapi pemadaman listrik masih sering terjadi terutama didaerah luar pulau Jawa. Sampai saat ini pengelolaan sistim kelistrikan Indonesia secara operasional masih dilakukan sebagian besar oleh PT. PLN (Persero).

Selama hampir sepuluh tahun (2004 s/d 2013) kehandalan sistim kelistrikan nasional semakin menurun dan semakin tidak efisien dan efektif yang ditunjukkan oleh rasio kapasitas operasi/ kapasitas terpasang pembangkit listrik terus menurun dari 85% pada tahun 2004 menjadi 63% pada tahun 2013. Walaupun total kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik pada tahun 2013 meningkat mencapai 50.684 MW atau 200% dari kapasitas terpasang sebesar 25.290 MW pada tahun 2004. Kapasitas terpasang tersebut terdiri dari pembangkit PLN sebesar 30.563 MW dan hanya sebesar 20.121 MW pembangkit non-PLN (“Independent Power Producer”/IPP dan “Private Power Utility”/PPU) (lihat grafik-10).

Sumber data: Grafik-10
PT. PLN (Persero

Pengembangan kapasitas pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) terus meningkat dari 2.830 MW pada tahun 2004 menjadi 6.840 MW pada tahun 2013(lihat grafik-11) yang mengakibatkan meningkatnya pemakaian solar sehingga biaya bahan bakar meningkat yang akhirnya Biaya Pokok Pengadaan listrik (BPP) meningkat pula.
  • Secarai Keuangan
Berdasarkan beberapa parameter keuangan sesuai dengan laporan keuangan yang sudah diaudit oleh konsultan akuntansi publik (KAP) yang “independence” ternyata kondisi keuangan perusahaan belum maksimal, yaitu: 

* Harga jual listrik rata-rata sejak tahun 2005 sampai dengan 2013 masih berada dibawah biaya pokok penjualan atau disebut BPP (lihat grafik-12). 

Sumber data:

Grafik-12

  • PT. PLN (Persero)
  • US Prices, Sales Volumes & Stocks, EIA Oct 2014

Sejak tahun 2005 sampai dengan 2012, BPP selalu berada diatas harga jual listrik rata-rata di USA baru pada tahun 2013 berada sedikit dibawah harga jual listrik rata- rata di USA yang mencapaiRp.1.163/Kwh.
Berdasarkan dengan kondisi perkembangan BPP listrik seperti ini mengakibatkan perusahaanselaludalamkondisi. Penyebabnya adalah adanya distorsi pemerintah yang menugaskan perusahaan untuk melakukan pelaksanaan subsidi listrik untuk kepentingan publik atau “public service obligation/PSO”

* Laba perusahaan yang terdiri dari laba usaha dan laba bersih menunjukan perkembangan laba usaha yang cenderung meningkat sementara disisi lain perkembangan laba bersih mengalami fluktuasi untung dan rugi. Pada tahun 2013 tercatat kerugian tertinggi sebesar Rp. 29,57 triliun yang disebabkan adanya kerugian selisih kurs mata uang asing yang mencapai Rp. 48,1 triliun,-sehingga KPK patut melakukan penyelidikan dan penyidikan tentang hal ini lebih lanjut dalam kaitannya dengan biaya subsidi harga listrik (lihat grafik-13).
Sumber data : Grafik-13
  • Laporan keuangan audited Deloitee (Independent Auditor)


* Biaya pokok penjualan atau “Costs of good sold (Cogs)” terhadap pendapatan bernilai sebesar 86% masih diatas rata-rata dunia sesuai data dari New York University (NYU) Stern School of Business January 2014 yang berada pada tingkat 84%. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan bisnis perusahaan belum efisien dan efektif (lihat grafik-14).

Sumberdata
Grafik14
  • Financial Statement of EGAT 2006-2012FS of Tenaga Nasiona Bhd 2010-2013
  • Lap Keu Audited PT. PLN (Persero) 2004-2013 FS of Ausgrid 2004-2012
  • New York University Stern School of Business, January 2014


3. Penyimpangan yang terjadi
Beberapa penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan kebijakan subsidi energi selama ini dapat dilhat dari dua sisi, yaitu sisi suplai dan sisi konsumen (“demand”) yang dapat diuraikan sebagai berikut:
* Sisi Suplay

  1. Kebutuhan volume BBM bersubsidi yang ditentukan berdasarkan perkembangan data “time series” dari produsen dan ditetapkan secara bersama antara pemerintah (sebagai pihak eksekutif) dan DPR (sebagai pihak legislatif) sehingga besarannya tidak ditetapkan dengan perhitungan berdasarkan professional lagi melainkan lebih dipengaruhi pertimbangan-pertimbangan secara politik yang diragukan akurasinya.
  2. Pengadaan volume BBM bersubsidi dihitung berdasarkan harga MOPS atau “mid oil plats Singapore” (harga internasional) ditambah faktor alpha. Besaran factor alpha tersebut besarannya ditetapkan secara bersama antara pemerintah dan DPR bukan secara professional namun lebih berdasarkan pada pertimbangan politik sehingga akurasinya perlu dipertanyakan.
  3. Kedua hal tersebut diatas butir a) dan b) menyebabkan perkembangan biaya subsidi harga energi meningkat dengan cepat dan tajam yang akhirnya membebani APBN.
  4. Pelaksanaan kebijakan subsidi harga energi tersebut mengakibatkan terjadinya disparitas harga jual BBM bersubsidi dengan harga jual BBM non-subsidi menimbulkan terjadinya pengoplosan dan penyelundupan BBM bahkan korupsi.
e. Kedua BUMN yang menjadi pelaku yaitu baik PT. Pertamina (Persero) maupun PT. PLN (Persero) pengelolaan bisnisnya menjadi tidak efisien dan tidak efektif.
* Sisi konsumen atau “demand
  1. Pelaksanaan subsidi energi salah sasaran yang seharusnya hanya ditujukan untuk lapisan rakyat kecil dan miskin realisasinya justru lapisan rakyat menengah dan kaya termasuk pengusaha dan industri yang menikmatinya selama bertahun-tahun.
  2. Pelaksanaan subsidi harga energi yang salah sasaran ini menyebabkan pihak konsumen tidak hemat atau boros energi yang mengakibatkan kehidupan semakin bergaya konsumtif bukan produktif. Akhirnya kondisi ini dapat menggerus dan melemahkan ketahanan energi.
  3. Berdasarkan situasi dan kondisi seperti ini umumnya pemerintah dalam menjalankan tugas dan fungsinya tidak melakukan prinsip tata kelola adminstrasi pemerintahan yang baik atau “good governance principle
sedangkan dilain pihak banyak perusahaan yang melakukan kegiatan bisnisnya tidak mengikuti etika bisnis internasional yang baik sehingga terjadi biaya ekonomi tinggi, akhirnya membuat pelaksanaan adminstrasi pemerintahan yang tidak sehat yang membuat timbulnya korupsi dan kolusi dilingkungan pejabat dan karyawan pemerintahan serta menurunkan daya saing perusahaan.
Usulan solusi perbaikannya
Pemerintah kedepan harus berpikir diluar pakem atau secara “out of the box” demi kepentingan rakyat terutama lapisan rakyat kecil dan miskin dan segera melakukan penataan ulang peraturan dan kebijakan tentang pelaksanaan subsidi energi secara langsung dengan melakukan beberapa hal sebagai berikut:
A. Upaya terobosan yang harus dilakukan
Berapa upaya terobosan yang perlu dilakukan oleh pemerintah dalam rangka melakukan kebijaksanaan subsidi secara efiesien dan efektif sehingga tidak terlalu membebani APBN adalah sebagai berikut:

1. Melakukan reformasi total tentang tata kelola pelaksanaan subsidi energi sehingga menjadi efisien dan efektif berdasarkan prinsip kehati-hatian terutama dalam rangka pelaksanaan program peningkatan daya beli lapisan rakyat kecil dan miskin melalui suatu perubahan sistim subsidi energi dari subsidi harga menjadi subsidi langsung untuk jenis minyak tanah (mitan) dan minyak solar yang ditujukan hanya kepada lapisan rakyat kecil dan miskin saja Harga premium tidak pewrlu disubsidi sehingga dapat dilakukan realokasi anggaran untuk biaya subsidi energi ke sektor yang lebih dibutuhkan dan dapat dirasakan secara langsung manfaatnya oleh lapisan rakyat kecil dan miskin seperti sektor kesehatan, pendidikan dan bantuan sosial. Pelaksanaan program ini harus selalu mengacu pada aspek peraturan perundangan, aspek teknologi, aspek keuangan dan aspek sosial untuk menghindari masalah korupsi dan penyimpangan administrasi peraturan dan kebijakan pemerintahan.

2. Menata ulang semua peraturan, keputusan dan kebijakan dalam sektor energi dengan menghapuskan semua peraturan, keputusan dan kebijakan yang menghambat operasional serta menyebabkan biaya ekonomi tinggi.

3. Mengkaji ulang sistim produksi, pengolahan, transportasi dan distribusi BBM yang dilakukan oleh PT. Pertamina (Persero) dan sistim pembangkitan, transmisi dan distribusi kelistrikan nasional oleh PT.PLN (Persero) secara internal yang dilakukan tenaga ahli perusahaan.

4 Melakukan Audit Teknologi yang bersifat mandiri (“independent”) dan dilakukan secara eksternal oleh suatu “Bankable International Appropriate Authority Body” dipilih oleh Kementrian ESDM melalui suatu lelang/tender internasional sehingga hasilnya dapat dipertanggung jawabkan secara transparan dan terukur kepada publik.

5 Melakukan pengawasan secara sederhana dan sesuai praktek internasional dalam rangka melakukan pelaksanaan good governanceuntuk menghilangkan biaya ekonomi tinggi.
(Bersambung)

Comments